Selasa, 18 Juni 2013

Hidup PNS Vs Swasta: Ibarat Bumi dan Langit

Pegawai Negeri Sipil (PNS) kini menempati kasta tertinggi dalam kehidupan sosial masyarakat. Entah menjadi guru, tentara, polisi, pegawai BUMN, atau hanya pesuruh di  kelurahan asalkan punya Nomor Induk Pegawai berhak atas jaminan hidup  cukup dari pemerintah. Mulai gaji pokok yang tinggi, tunjangan istri, tunjangan anak, tunjangan kesehatan, tunjangan pensiun   dan tunjangan-tunjangan lain dari yang resmi  sampai  tidak resmi.
Bandingkan dengan pegawai swasta, macam buruh, guru swasta, atau profesi lain yang berlabel partikelir tentu bagaikan bumi dan langit. Menjalani takdir sebagai pegawai swasta harus siap dengan jam kerja   ketat dan  gaji yang rata-rata hanya sebatas Upah Minimun Kota (UMK).  Jangankan tunjangan pensiun, tunjangan kesehatan, tunjangan pendidikan anak pun tidak  semua perusahaan memberikannya. Walapun tidak dipungkiri ada juga pegawai swasta yang mendapatkan kesejahteraan berlebih dari perusahaannya.
Saya tidak habis pikir, seorang perwira tinggi di kepolisian negeri ini bisa mengatakan bahwa gaji anak buahnya sangat kecil dan tidak cukup untuk hidup. Mari kita berhitung berapa pendapatan pegawai negeri.  Saya ambil contoh pendapatan polisi.   Gaji pokok polisi dengan pangkat terendah sudah mencapai   Rp. 2.160.200.  Uang lauk pauk   Rp. 1.500.000. Pendapatan tersebut belum ditambah  uang  remunerasi   yang per bulannya mencapai Rp. 600.000. Anggota TNI   dengan  pangat terendah gaji pokoknya mencapai Rp. 1.300.000, tunjangan kinerja Rp. 940.000, uang lauk pauk Rp. 1.350.000 , dan   remunerasi   Rp 900.000. Anda sudah bisa menghitung   berapa jumlahnya pendapatan mereka per bulan.
Lain profesi lain kekayaan. Sebut saja profesi guru di sekolah negeri. Seorang guru   dengan masa kerja nol tahun  pangkat golongan IIIa gaji pokoknya  sudah  mencapai Rp 2.060.000,- Itu masih ditambah tunjangan anak, istri, dan tunjangan lain yang nilainya juga tidak sedikit. Belum cukup? Masih ditambah  kebijakan pemberian tunjangan sertifikasi. Guru   telah mengantongi sertifikasi maka dia berhak mendapatkan tunjangan yang nilainya   sama dengan gaji pokoknya. Jadi jangan heran guru sekarang berbeda dengan guru jaman dulu. Kalau dulu guru punya sebutan umar bakri atau pahlawan tanpa tanda jasa, kini pahlawan dengan banyak uang.
Kehidupan tiga   profesi  yang saya sebut   diatas jika mengandalkan gaji normalnya saja sudah lebih dari cukup. Hebatnya lagi banyak PNS yang  bisa  kaya  raya  dari penghasilan yang tidak terduga.  
Seorang kawan yang berprofesi sebagai tentara bercerita enaknya bertugas   luar. Walau harus jauh dari keluarga, saat pulang   pasti bisa bawa segepok uang. “Itu resmi Mas. Misalnya tugas satu bulan di Papua saya bisa bawa pulang minimal  Rp 10.000.000,-. Ada yang namanya tunjangan perbatasan dan uang saku. Kalau yang itu jumlahnya tetap.  Bisa dihitung. Yang  tidak tetap dan jumlahnya menggiurkan biasanya pendapatan lain di luar dinas. Ini yang gede. Misalnya nganter pejabat, nganter logistic mereka pasti beri kami tips yang tidak sedikit” kisahnya
PNS di pemkot, provinsi, kementrian-kementrian, atau  guru rata-rata  memang bisa menikmati pendapatan diluar gaji yang nilainya menggiurkan. Biasanya dibungkus dalam kemasan kegiatan perjalanan dinas. Konon uang-uang yang diterima dari kegiatan perjalanan dinas itu nilainya tidak kalah besar dari gaji bulanan.
Sistem kepangkatan, jenjang karir, dan penghargaan kerja  di PNS juga   jelas dan   terstruktur dengan rapi. Seorang pegawai yang patuh dan berprestasi apalagi memiliki jabatan tentu akan mendapatkan banyak fasilitas, mulai dari kendaraan dinas, rumah dinas, sampai ajudan.  Jika tekun, tidak sedikit yang bisa  mendapatkan beasiswa pendidikan ke Jepang, USA, Australia, atau Negara-negara Eropa. Kalau sudah seperti ini, wah jangan tanya. Asalkan bisa berhemat, tidak hanya ilmu yang didapat, sisa uang saku juga bisa  untuk beli mobil,rumah, atau kemewahan yang lain.
Kekayaan dan kenyaman itu   tentu bertolak belakang dengan kehidupan pegawai swasta. Jangankan beasiswa  ke luar negeri,    mempertahankan hidup saja susah. Apa yang bisa diperbuat dengan gaji yang masih berstandar UMK. Belanja harian,  bayar kontrakan, biaya pendidikan anak, kesehatan, tentu tidak akan cukup harus dengan uang sekecil itu. Tapi mau berbuat apa lagi? Waktu sudah habis untuk bekerja. Takmungkin mencari obyekan lain, kecuali menerima takdir dan berharap pemerintah peduli nasib mereka.
Kebijakan ekonomi makro pemerintah juga selalu berpihak pada PNS. Pemerintah selalu menaikkan gaji PNS tiap tahun. Kebijakan ini tentu saja selalu berefek domino. Angka inflasi tinggi karena   harga-harga kebutuhan pokok   mengalami kenaikan. Efek ini juga tentu akan dirasakan seluruh rakyat Indonesia, petani, nelayan, termasuk pegawai swasta. Padahal tidak semua perusahaan mau menaikkan gaji pegawainya setiap tahun.
Studi literature yang saya baca, beberapa negara-negara Asia dan Eropa menerapkan kebijakan yang ketat tentang pemberlakuan standar gaji pegawai negerinya. Artinya, standar hidup pegawai negeri dan swasta di sana tidak terlalu jauh perbedaanya. Sehingga kehidupan berbangsa dan bernegara dapat terjaga dengan baik. Konflik horizontal karena kesenjangan sosial juga jarang terjadi.
Tampaknya pemerintah kita lupa amanat Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 33 bahwa bumi dan air dan kekakayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dpergunakan untuk sebesar-besar    kemakmuran rakyat, bukan hanya kemakmuran PNS yang jumlahnya hanya  1,93 % persen dari populasi penduduk Indonesia. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar